Putri Ayu


legenda rakyat Bali : Putri Ayu

Pada zaman dahulu, ratusan tahun yang lalu, Raja Surakarta mempunyai empat orang anak. Keempat anak itu selalu tinggal di dalam Istana. Pada suatu hari ketika mereka sedang bercengkrama di Tamansari, mereka mencium bau harum, bau harum aneh yang sama sekali belum pernah dicium selama hidupnya. Mereka amat tertarik akan bau itu sehingga ingin mencari sumbernya.
Mereka berjalan ke arah timur, menyusuri pantai utara.
Mereka terus berjalan kea arah timur, bahkan sampai menyebrangi pulau Bali. Mula-mula mereka menginjak perbatasan pulau Bali sebelah timur, yaitu antara desa-desa Culik Karangasem dan Buleleng. Disini keempat putra raja itu mencium bau yang lebih harum lagi. Bau harum itu makin bertambah ketika mereka tiba di daerah Batur.
Mereka berjalan terus tanpa menghiraukan rintangan dan halangan alam. Tentu saja mereka keluar masuk hutan belantara yang amat lebat dan susah dilalui. Harus berkelahi dengan binatang buas, seperti harimau dan ular.
Setibamya di kaki selatan Gunung Batur, putri Bungsu memutuskan untuk berdiam di Pura Batur di lereng gunung Batur.
“Aku senang melihat daerah ini” kata Putri Bungsu. “Pemandangan alamnya sungguh mempesona. Aku ingin tetap tinggal disini. Aku tidak mau meneruskan perjalananku Kanda. Izinkan aku!”
“Kalau memang itu kehendakmu, Dinda, silahkan engkau menetap di sini,” Jawab kakaknya yang tertua.
Kemudian putrid itu bergelar sebagai seorang Dewi, Ratu ayu Mas Maketeng namanya.
Ketiga saudara laki-lakinya melanjutkan perjalanan.
Kini mereka menyusuri tepi Danau Batur. Ketika mereka tiba di suatu tempat yang datar di sebelah barat daya danau, mereka mendengar suara kicauan seekor burung. Karena girangnya mendengar suara burung, saudara yang termuda berteriak-teriak.
“Hai burung bagus! Aku akan menangkapmu!”
Burung itu hinggap di dahan pohon yang rendah, namun ketika hendak di tangkap, tiba-tiba burung itu terbang tinggi.
Si adik berteriak-teriak memanggil si burung itu.
Kelakuannya membuat kakaknya yang tertua merasa malu dan geram lalu si kakak menghkumnya.
“Kau jangan ikut mengembara lagi, aku tidak suka melihat tingkah lakumu,” kata kakak yang tertu. “Engkau tidak pantas beserta kami”.
“Tidak…..” Aku harus ikut! Aku ingin terus mengembara, ingin tahu asal bau harum itu,” Jawab Adiknya sambil terus merengek minta ikut.
Kemudian kakaknya menyepak adiknya sehingga terjatuh bersila.
Setelah meninggalkan adikmnya yang berupa patung, kedua putra raja itu meneruskan pengembaraan mereka, menyusuri tepi danau Batur sebelah timur.
Ketika mereka tiba di suatu daerah lain, mereka menemukan dua orang wanita. Seorang diantaranya sedang mencara kutu di kepala yang lainnya.
Putra kedua merasa senang dengan kedua perempuan itu. sebab sudah lama mereka tidak bertemu dengan manusia.
Kerena girang bertemu manusia, putra kedua menyapa kedua wanita itu. perbuatan adiknya ini menimbulkan menimbulkan rasa tidak suka kakaknya.
“Engkau jangan ikut lagi” bentak kakaknya. “Perbuatanmu mengecewakan hatiku. Tidak pantas!”
“Aku ingin ikut terus. Aku tidak mau ditinggal sendiri disini. Tidak!” Rengek adiknya.
Akan tetapi si adik terus merengek, tetap ingin ikut terus. Akhirnya si kakak sangat marah lalu di sepaklah adiknya. Oleh karena sepakan yang keras itu, adiknya terjatuhtertelungkup. Dalam keadaan begitu si kakak meninggalkan adiknya dengan hati yang penuh kemarahan.
Setelah menimnggalkan adik-adiknya di desa-desa itu, putra sulu melanjutkan perjalanan kea rah utara, menyusuri pinggir timur Danau Batur yang amat curam. Akhirnya ia tiba di suatu daratan lagi.
Pada saat itu ia merasa kelelahan karena barusan menuruni tebing yang curam.
Ia ingin beristirahat, berteduh dibawah pohon yang rindang.
Namun niat beristirahat itu diurungkan. Sebab bau harum aneh yang mengusik jiwanya di tanah Jawa kini semakin kuat semerbaknya.
Ia merasa penasaran, lalu cepat berdiri dan melangkah mendekati seebuah pohon besar yang sangat menarimk perhatiannya.
Disana ia menemukan seorang gadis cantik yang sangat mempesona hatinya. Gadis itu sedang bersimpuh seorang diri di bawah pohon Taru Menyan.
Sementara bau harum semakin kuat dan seakan bergulung-gulung di tempat itu. ternyata pohon itulah yang menjadi sumber bau harum yang dicarinya selama ini.
Putri sulung itu terpana melihat gadis cantik yang bagaikan bidadari. Ia mengira gadis itu adalah seorang dewi, ia khawatir jika dewi itu segera terbang ke langit, maka cepat dihampirinya.
Bahkan lalu diperluknya sang dewi erat-erat. Tentu saja si gadis merasa sangat malu diperlakukan demikian, namun karena pada dasarnya ia merasa suka kepada putra sulung maka dia diam saja, dan memaafkan perbuatan pemuda itu.
“Wahai dewi jelita. Siapakah namamu? Tanya putra sulung. “Engkau ini manusia atau Bidadarikah?”
“Tuan, aku ini adalah manusia biasa. Jika tuan memang menyukai aku, lamarlah aku. Aku masih mempunyai kakak sebagai wakil dari orang tuaku.”
Kemudian ia menghadap kakak sang dewi untuk melamar dewi yang cantik itu. “Aku terima lamaranmu. Boleh adikku engkau jadikan isri asal engkau mau memenuhi syarat-syarat,” kata Kakak sang Dewi.
“Katkan padaku, syarat-syarat apasaja yang harus aku penuhi,” Jawabnya.
“Engkau harus bersedia dijadikan pimpinan Desa Truyan”.
“Saya bersedia! Katanya.
Karena putra sulung bersedia menerima tanggung jawab sebagai pemimpin desa maka lamarannya di terima.
Pesta perkawinan segera dilaksanakan dengan meriah.
Putra sulung hidup bahagia dengan isrinya. Ia memenuhi janjinya, segala ketrampilan dan pengetahuan bermanfaat, yang didapatkan di tamnah jawa, diajarkan kepada penduduk setempat. Sehingga tanah pertanian baik sawah maupun ladang di daerah itu menjadi subur.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "Putri Ayu"

Posting Komentar